RSS

Arsip Harian: 4 November 2011

Posisi tombol klakson di Supra X 125 Helm-In (good bye, tigor..)


Well, saat tulisan ini dimuat, itu artinya saya resmi mengundurkan diri sebagai rider tiger. Suatu hal yang amat menyakitkan, terpaksa melepaskan macan biru kesayangan. Tigor, 4 th, warna biru, biasa saya menyebutnya.. Tigor kini telah pergi selamanya dari hidup saya..ooo,, tidaaakkk!!! #denganDramatisasiSeperlunya

Banyak alasan kenapa saya mesti melepas macan biru tersebut. Begitu banyak kenangan bersamanya, menempuh perjalanan pulang-pergi setiap harinya ketempat dinas nan jauh di pelosok kabupaten. melewati jalanan berbatu, berlumpur, terjal, gersang, menembus angin topan dan hujan badai. itu semua sudah saya alami bersama si tigor. It’s a real cruiser. Everyday is adventure bersama si tigor. Kegagahannya, kegarangannya serta pesonanya masih terngiang kuat di benak saya. Omigot! Dan sekarang saya resmi kembali menjadi penunggang bebek.

Untuk beberapa saat , saya benar-benar merasakan kegalauan yang mendalam. Well, setidaknya saya mengerti mungkin seperti inilah perasaan Nabi Adam saat dibuang dari surga menuju ke bumi. Menyakitkan. Seperti itulah yang saya rasakan saat mesti menjadi rider bebek kembali. Oo, begini ternyata perasaan sang Adam saat menerima kenyataan bahwa ia harus meninggalkan surga. Omigot!

Tapi, itu cuma sesaat, dan sekarang saya mulai bisa menerima kenyataan dan menjalani hidup tanpa kegalauan. Meski terkadang masih membayang, saya ngga mau gagal move-on. saya harus move-on dengan tunggangan baru saya, eng..ing..engg..
Yaph, sekarang saya resmi menjadi rider Supra X 125 Helm-In.

Berikut spesifikasinya:
Spesifikasi Supra-X125
Panjang X lebar X tinggi : 1.932 x 711 x 1.092 mm
Jarak sumbu roda : 1.258 mm
Jarak terendah ke tanah : 135 mm
Berat kosong : 107 kg
Tipe rangka : Tulang punggung
Tipe suspensi depan : Teleskopik
Tipe suspensi belakang : Lengan ayun dan peredam kejut ganda
Ukuran ban depan : 70/90 – 17M / C 38P
Ukuran ban belakang : 80/90 – 17M / C 44P
Rem depan : Cakram single piston
Rem belakang : Cakram single piston
Kapasitas tangki bahan bakar : 5,6 liter
Tipe mesin : 4 langkah, SOHC, pendinginan udara
Diameter x langkah : 52,4 x 57,9 mm
Volume langkah : 124,8 cc
Perbandingan kompresi : 9,3 : 1
Daya maksimum : 9,6 PS / 7.500 rpm
Torsi maksimum : 1,08 kgf.m / 5500 rpm
Kapasitas minyak pelumas mesin : 0,7 liter pada penggantian periodik
Kopling Otomatis : Otomatis sentrifugal basah
Gigi transmsi : Kecepatan bertautan tetap/ 4 rotary
Pola pengoperan gigi : N-1-2-3-4-N (rotari)
Starter : Pedal dan elektrik
Aki : MF 12 V – 3,0 Ah
Busi : ND U20EPR9 / NGK CPR6EA-9
Sistem pengapian : Carburator – DC CDI



Awalnya sih kagok, yang pertama paling berasa dari segi handling dan yang kedua ini dia masalahnya. Ternyata untuk varian Supra X 125 Helm-In ini posisi tombol klaksonnya tidak biasa. Tombol klakson yang biasanya dibawah saklar lampu sein, ini malah diatas. Dalam beberapa kali sempat saya kesulitan dijalan, karena belum terbiasa oleh perubahan kecil dari tampilan varian terbaru Honda ini.
Katanya sih untuk varian Honda Scoopy pun begitu, posisi tombol klaksonnya ditengah, diantara saklar lampu utama dan lampu sein. bagi para pengguna baru maotor ini jelas akan merasa kebingungan diwalnya,, mau pencet klakson koq ngga bunyi ternyata kepencet saklar lampu sein, dan begitu pula sebaliknya. bahkan saya beberapa kali telat pencet klakson gara-gara hal ini.

Tapi, ya sudahlah, lama-lama juga nanti terbiasa. yang jelas sekarang saya ngga bakalan kerepotan lagi kalo mesti bawa barang banyak. Itu karena begasi Supra x Helm-In ini memang kapasitasnya luas. He..he.
Saya rekomendasikan motor ini buat kamu yang hobi bepergian dengan membawa banyak barang bawaan.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 4 November 2011 inci otomotif, Uncategorized

 

Makan Pempek Palembang yuk…


Hayo, siapa diantara kalian yang belum mengenal pempek ? Juga sering disebut empek-empek atau apek-apek. Bagi yang berasal dari ujung selatan sumatera, pasti amat mengenal dengan baik produk makanan yang satu ini. yaph, pempek sendiri memang berasal dari kota Palembang, Sumatera Selatan. Pempek Palembang begitulah kita mengenalnya, sudah familiar untuk penduduk di wilayah Indonesia bagian barat. Apa sih pempek itu dan seperti apa bentuk dan rasanya? Dan bagaimana cerita asal mula Pempek Palembang yang sudah cukup melegenda di masyarakat Palembang tersebut?

Asal Mula Pempek Palembang
Posted on November 04, 2011 by @AwankRicardo

Sejarah dan asal-mula pempek Palembang dari Berbagai Versi

Pempek Palembang, sesuai dengan namanya merupakan makanan khas Sumatera Selatan (palembang) yang terbuat dari adonan berbahan dasar ikan dan sagu.
Dalam penyajiannya pempek palembang selalu ditemani dengan semangkuk kuah pedas dan menggigit berwarna coklat kehitaman yang disebut dengan cuko /cuka.
Menurut sejarahnya, pempek telah ada di Palembang sejak masuknya para perantau Cina ke Palembang, yaitu di sekitar abad
ke-16, saat Sultan Mahmud Badaruddin II berkuasa di kesultanan Palembang Darussalam. Nama empek-empek atau pempek diyakini berasal dari sebutan “apek”, yaitu sebutan untuk lelaki tua keturunan Cina.

Berdasar cerita rakyat, sekitar tahun 1617 seorang apek berusia 65 tahun yang tinggal di daerah Perakitan (tepian
Sungai Musi) merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang berlimpah di Sungai Musi. Hasil tangkapan itu belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, hanya sebatas digoreng dan dipindang. Si apek kemudian mencoba alternatif
pengolahan lain. Ia mencampur daging ikan giling dengan tepung tapioka, sehingga dihasilkan makanan baru.
Makanan baru tersebut dijajakan oleh para apek dengan bersepeda keliling kota. Oleh karena penjualnya berkeliling
dengan sepeda dan pembelinya sering mengejarnya dengan terburu-buru,maka dengan spontan para pelanggannya sering memanggilnya dengan sebutan “pek” “sipek”
“apek” (apek dalam bahasa tionghua berarti paman) , dan sering kali diucapkan berulang menjadi “pek pek” maka makanan tersebut akhirnya dikenal sebagai pempek palembang atau empek-empek palembang.
Menurut cerita lagi dahulu warga etnik tionghua mencari penghidupan di Palembang dengan cara berdagang, dan dalam upacara adat tertentu mereka menyajikan makanan dengan bahan dasar ikan dan tepung tapioka (sagu) untuk keperluan adat. Baru kemudian pada tahun 1916, makanan itu dijual oleh seorang keturunan Indonesia bernama Sipek.

Dalam perjalanannya pempek palembang sendiri mengalami banyak pengembangan menjadi beragam jenis, seperti kapal selam, adaan, dan lenjer. Namun cerita rakyat ini patut ditelaah lebih lanjut karena singkong baru diperkenalkan bangsa Portugis ke Indonesia pada abad 16. Selain itu velocipede (sepeda) baru dikenal di Perancis dan Jerman pada abad 18.
Walaupun begitu sangat mungkin pempek merupakan produk turunan dan adaptasi dari makanan Cina seperti baso ikan, kekian ataupun ngohyang, mengingat pada saat ini kebanyakan pempek juga dijual oleh kaum keturunan Tionghua.

Pempek pada awalnya dibuat dan diperkenalkan ke khalayak masyarakat Palembang oleh etnis tionghoa. Kenapa Etnis Tionghoa? etnis Tionghoa berdasarkan catatan sejarah telah berada di Palembang sejak abad ke 3 Masehi. Hal ini terjadi karena Palembang merupakan kerajaan maritim yang berada di pesisir sungai Musi dan selalu dilintasi oleh pedagang
dan Tionghoa selain berdagang di Palembang mereka juga menyebarkan agama Budha, oleh karena itulah kerajaan Sriwijaya pada zaman dahulu kala dikenal sebagai tempat belajar biksu-biksu muda berdasarkan catatan I-Tsing (Tepatnya berada di daerah Bukit Siguntang, sampai sekarang masih terlihat gundukkan2 tanah dan batu2 bata yang tersusun disitu. (yang diyakini sebagai tempat belajar biksu2 tsb)

Kembali lagi ke sejarah pempek. Pada saat itu terdapat larangan bagi etnis selain Melayu untuk tinggal didarat. Jadi, etnis China, India dan Arab semuanya bertempat tinggal di daerah pinggiran Sungai Musi.
Etnis Tionghoa yang memang memiliki tingkat kreativitas tinggi melakukan inovasi ketika dihadapkan dengan situasi ini. pada saat itu, di sungai Musi masih terdapat banyak ikan Belida. Maka mereka pun membuat makanan yang merupakan campuran antara daging ikan Belida, sagu dan air. Kenapa menggunakan ikan Belida? Karena ikan Belida memiliki
tekstur yang dapat cepat bercampur dengan sagu dan air. Selain itu ikan Belida pada saat itu mudah dan banyak ditemukan di Sungai Musi. Lalu mereka menjual makanan ini di sepanjang sungai Musi dengan menggunakan perahu. Etnis Tionghoa di Palembang dikenal dengan nama “Apek”, jadi ketika ada konsumen yang ingin membeli dagangan tersebut
mereka memanggil “Apek, Apek, Apek”. Setelah itu, makanan ini pun dikenal dengan nama Pempek seperti yang kita
tahu sekarang. Karena ikan belida sekarang sulit ditemukan (bahkan sungai2 di daerahpun ikan ini jarang ada maka sekarang pempek dibuat dengan ikan Gabus yang lebih mudah ditemukan. Bahkan karena kelangkaannya, ikan belida sekarang dijadikan komoditi ikan hias.

Semua jenis pempek dikonsumsi bersama saus yg disebut cuko, yg memiliki warna pekat menyerupai kecap , namun lebih encer dan rasanya pedas. Untuk menghasilkan cuko yg mampu membuat para penikmat pempek berkeringat, diperlukan kombinasi bahan yg an terdiri dari bawang putih, cuka putih, asam jawa, gula merah, gula putih, toncai, kecap asin, cabe & udang kering. Dan kalau ingin sedap lagi bisa dikombinasikan dengan minuman arak yang dicampurkan kedalam cuko tersebut. Tapi bagi yang beragama Muslim hal tersebut tentu diharamkan.

Beberapa macam varian pempek yg masing2 memiliki keunikan rasa tersendiri, baik yg direbus, dioreng maupun dipanggang. Antara lain :
– Pempek Lenjer
– Pempek Kapal Selem (isi telur utuh)
– Pempek Tahu
– Pempek Telok (isi kuning telur)
– Pempek pastel isi Kates (isi parutan pepaya muda + udang ebi)
– Pempek keriting (bentuk menyerupai bola gulungan mie)
– Otak-otak (pempek dlm gulungan daun pisang yg dipanggang)
– Pempek Panggang (pempek diisi bumbu ebi /udang pedas yg dipanggang langsung)
– Pempek Lenggang ( sobekan pempek, dicampur telur bebek, dipanggang langsung dalam takir daun pisang)
– Celimpungan (pempek bulat berkuah santan kuning)
– Tekwan (pempek+ soun dgn kuah soup udang + Jamur ; bengkuang bertabur bawang goreng ).



Kalau saya sendiri sebagai Wong Kito Galo, pempek apo bae lemak rasonyo. kalo makan pempek itu uji wong palembang amen idak dihirup cukonyo idak beraso iwaknyo. Hahahah, itu cuma istilah saja. Saya jadi teringat sebuah lagu tentang Pempek Lenjer.

..” bulet besak panjang mak lengen
kejel kejel rasonyo marem
masok ke molot matonyo mejem
mertuo lewat maseh di telen

kejel keras sudah biaso
asak bae iwaknyo teraso
digoreng makek minyak kelapo
jadi nambah lemak rasonyo

reff :

pempek lenjer oh pempek lenjer
sapo nyingok pastilah ngiler
pempek lenjer oh pempek lenjer
makan sikok pacak kelenger

mangcek bicek janganlah lupo
ngawak balek oleh olehnyo
pempek lenjer samo cukonyo
kito makan besamo samo..”

Payo, mangcek bicek, makan pempek dulu kito…:-)

Tambahan Info:
Karena di Palembang tidak hanya didiami oleh etnis Melayu dan Etnis Tionghoa tetapi juga India dan Arab, maka terjadi juga asimilasi pada makanan2 khas Palembang tidak hanya pempek. Ada makanan Palembang yang disebut dengan Ragit. Yaitu semacam dadar gandum yang di panggang dengan cetakkan khusus lalu dimakan dengan kuah kari. Atau kue2 khusus seperti Maksuba, Kue Lapan Jam (Karena memang dimasak selama 8 jam). Makanan2 tersebut selain memiliki fungsi untuk dikonsumsi tetapi juga merupakan simbol status sosial dari si pemakan. Artinya, makanan tertentu hanya dapat dimakan oleh status soial tertentu. Sistem Statifikasi Sosial yang ada di Palembang merupakan status yang dibawa sejak lahir (Ascribed Statue) dan dapat diidentifikasi berdasarkan gelar yang dipakai oleh orang tersebut.
Semoga penjelasan saya tersebut dapat bermanfaat.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 4 November 2011 inci Inspiratif